Rabu, 07 Agustus 2013

Catatan Kecil Tentang Seorang Kakak Perempuan

Ada hujan turun diantara kekeringan yang berkepanjangan, ketika musim kemarau itu mulai melanda kegelisahan. Dan sebaliknya, ada langit cerah berawan putih  bergoreskan warna-warna kehidupan diantara  tetesan air yang menjadi dingin, ketika musim penghujan itu mulai membasahi bumi. Kedua musim itu memiliki cerita dan bercerita dengan bahasa yang berbeda. Kelak dikemudian hari ada sesuatu makna yang bisa dipetik lalu disimpan di dalam kekosongan hati dari rangkaian cerita yang telah diceritakan, dan ada sebuah arti yang dapat dijelaskan lalu diungkapkan dari uraian kata-kata menjadi bahasa.

            Ada pula waktu yang menjadi roda kehidupan. Berbisik tentang kepastian, berbingkai hari – hari menjelang. Pagi, matahari bersinar di ufuk timur menuju siang yang merajai hari. Siang, cahaya di ketinggian mulai terik menuju barat di kerendahan sore. Sore, bersemayam dalam rasa nyaman hingga menantikan senja di ketenangan. Senja, tenggelamlah surya terbitlah gelap pekat. Dan malam, menjadi penghias kelam dalam ilustrasi kehidupan, hingga terbitlah kembali terang bersama sang fajar.

            Beginilah waktu, terus bergulir dan berputar. Kita tak dapat kembali kepada masa lalu untuk merubahnya atau mengulangnya. Karena roda kehidupan berjalan pada porosnya yang terkadang terasa cepat atau terkadang terasa lambat. Beginilah hidup. Berjalan melewati setapak demi setapak tanah hingga sampai pada persinggahan yang kita tuju, lalu berjalan kembali walau terkadang jalanan itu tak selalu linier dan kadang kita pun terjatuh dalam perjalanan.

Lihatlah dirimu sejenak, berceminlah! Dirimu telah berjalan dalam perjalan panjang kehidupan. Jalan itu begitu panjang dan melelahkan, menciptakan dahaga di kekeringan. Maka beristirahatlah dahulu biar letihmu memudar. Duduklah sejenak di antara belantara hutan yang rindang atau pepohonan tua yang berserakan daun hijau. Duduklah di atas akarnya lalu menikmati hembusan angin di sore hari yang menyejukkan. Bila perlu berkunjunglah ke arah sungai agar bisa membasuh wajahmu hingga terlihat segar kembali.

Lihatlah, dirimu telah merangkai sesuatu yang telah terlukis di kehidupan. Seperti foto berbingkai yang telah tesimpan di dinding halaman tengah rumahmu, yang begitu indah dipandang diawal, yang berdebu di kemudian hari, yang kusam dan berjamur di keesokan harinya. Terkadang ingin sekali dirimu membersihkan bingkainya dan menjaganya agar tetap bersih. namun apalah daya, kedua tangan hanyalah tangan yang sudah berupaya menggenggam namun tetap saja. Bingkai itu semakin berdebu dan fotonya berjamur karena tak terurus.

Di kemudian hari, foto berbingkai itu jatuh. Kacanya retak, pecah berkeping di halaman tengah rumahmu, berserakan dan fotonya berada di lantai. Tak ada yang menyapu kepingan kaca itu, tetap berserakan di lantai. Bahkan hingga dirimu terluka dan berair mata.

Sudahlah, hentikanlah. Biarlah apa yang telah terlukis itu menjadi gambaran sisi lain hidupmu yang tak pernah kau inginkan. Dirimu perempuan baik dan kuat. Biarlah kisah kemarin menjadi pembuka jalan untuk hari ini menjelang. Maafkanlah mereka semua, dan dirimu berjalan kembali di hari ini, dirimu tak pernah berjalan sendirian.

Duduklah sejenak di tempat duduk itu yang beralas tanah, lalu bersandarlah di dinding pohon tua nan besar, dan berteduhlah! Dirimu telah melewati perjalanan panjang yang melelahkan, yang harus menghidupi kedua anak kecil perempuanmu yang berada di kota yang jauh disana. Beristirahatlah sejenak dan bernafaslah dalam ketenangan. Kehidupan itu sengit, melawan waktu yang tak henti, melelahkan. Bernafaslah, lalu lihat orang-orang disekelilingmu… mereka tak lebih kuat darimu dan dirimu tak begitu lemah dari mereka, maka dirimu hebat. Ya, dirimu adalah seorang perempuan hebat yang bisa melawan kehidupan seorang diri.

Dalam doa yang dirimu panjatkan dirimu meminta ingin dipersatukan lagi dengan kedua anak kecil perempuanmu dan ingin bersama selamanya. Ingin sekali menjaga dalam keadaan yang bekecukupan.

Jalanan itu sangat panjang, bahkan dirimu tak bisa menghindari perpisahan dengan kedua anak kecil perempuan dan selalu merindukan pertemuan. Jalanan itu terlalu panajang karena kerinduanmu itu begitu membelenggu dan selalu berkolerasi dengan sang waktu. Kerinduanmu itu berbisik dalam hati yang dirimu beri ruang tak berbatas untuk disinggahi.

            Di antara malam-malam kemarin dirimu bercerita kepadaku dan mulai menuangkan isinya dengan bahasa sederhana. Ada air mata yang menetas ketika bercerita karena tak kuasa menahan sebentuk rindu atau tak bisa menahan kekesalan. Ada pula senyuman yang mencair dari suara-suara yang terdengar dari jauh disana yang berkata “bunda, aku kengen bunda…”, dan dari wajah yang di abadikan menjadi gambar yang selalu terbawa jika berpergian. Lalu ada cerita biasa saja yang ingin sekali diceritakan karena ingin berbagi. Dirimu menumbuhkan kepekaan terhadapku dan orang lain.

            Lelahkah dirimu berjalan kakak perempuan? Jangan! Dirimu harus berjalan kembali, melihat kembali warna-warna kehidupan, menyapa mereka dengan kesederhanaan bahasa yang kau miliki, berpegangan tangan dengan mereka karena kau ingin berempati dengan yang lainnya, dan menyusun kembali hidupmu. Bila dirimu lelah kembali, maka beristirahatlah kembali. Teruskanlah perjalan ini.

            Sudahlah, biarkanlah hari kemarin itu tersimpan dalam diri dan menjadi sejarah kelam hidupmu, serupa buku tebal berdebu yang dibuka, lalu dibaca, dan disimpan kembali dalam rak dan berdebu kembali. Di hari esok masih tersisa hari yang dimana semuanya bisa terjadi. Terang sekalipun  bisa bersinar terik walaupun hanya satu titik, ketika gelap yang selalu menyelimuti, seperti bulan yang menjadi teman setia ketika malam. Masih ada harimu dan kejarlah.

            Pergilah ke tempat apapun yang dirimu suka dan berarti, asalkan jangan menunduk tetapi bernyanyi. Di persimpangan jalan sana banyak hal yang perlu diketahui dan bertemu dengan banyak orang baru, karena langkahmu menuju dunia yang tak kau kenal sebelumnya. Dan selalu ada jalan disana, dirimu tak akan tersesat, karena dirimu baik dan selalu akan ada yang mendampingi di perjalananmu.

            Dan berjalanlah bertiga. Dirimu yang berperan ganda. Merangkai hidup di kemudian hari yang berawal di beranda. Semuanya akan baik-baik saja dengan semestinya.

           


Kemarin adalah keraguan
Di belakangnya bersuara kegetiran
Berbisisk dalam hati bimbang
Tak percaya berjalan ke depan

Suatu hari berkata kepadaku
Menemaninya ketika malam
Mendekatkan diri sekedear bercerita
Berkatanya dengan sendu
Berairmata merindu
Mendengarku dengan pilu

Hingga aku lihat hari ini
Seekor burung merpati
Terbang diantara ketinggiannya
Berkelana…
Mengunjungi anak-anaknya
Dengan senangnya

Dan aku dapat bernafas lega
Karena tak lagi mencemaskannya
Mengulum senyum dari kisahnya

Seusai menemani di peraduannya