Sabtu, 12 Juli 2014
Di Antara Senyuman dan Sela Tawa
Melihatnya saja di antara senyuman dan sela tawa.
Sudah cukup menyenangkan hati dalam tanya.
Melihatnya saja hadir dalam ruang.
Sudah cukup menghibur diri dalam tenang.
Dia berseri ketika melihat pagi.
Semoga saja esok seperti hari ini.
Meski tak pernah tahu tentang isi hatinya.
Walau tak saling berbicara dan bertegursapa.
Atau saling memandang...
Seorang perempuan di persimpangan jalan.
Hadir berhias kesederhanaan.
Membuka penglihatan atas kehidupan.
Di antara yang lainnya berbeda dan mereka berjalan.
Segala hal yang belum terungkap.
Dalam tanya masih menuai harap.
Melintas dalam sunyi dan gelap.
Tersimpan di kepala lalu mendekap.
Sabtu, 24 Mei 2014
Dalam Ruang
Lihat saja sudut di dekat
pintu
Barisan terdepan dari
semua bangku
Seorang perempuan duduk
di tempat itu
Di antara dinding dan teman
setia menunggu
Namun sesekali
berpindah tempat
Apakah tulisan di
dinding putih itu tak terlihat?
Terhalang sinar cahaya
memantul dari arah jendela
Ketika matahari sedang
bekerja
Apa mungkin saja
mencari sebuah suasana?
Yang tak biasa dari
dalam ruang?
Sekedar mencari
penyegaran agar tak terasa bosan
Atau mencari sisi lain
dari sudut pandang
Perhatikan saja garis
wajahnya
Lalu menghafalkan lekuk
tubuhnya
Seorang perempuan diam
tak banyak bersuara
Hadir dalam ruang di
antara yang lainnya berbeda
Langkah kaki tak
beralas tinggi, bersahaja
Rabu, 07 Agustus 2013
Catatan Kecil Tentang Seorang Kakak Perempuan
Ada
hujan turun diantara kekeringan yang berkepanjangan, ketika musim kemarau itu
mulai melanda kegelisahan. Dan sebaliknya, ada langit cerah berawan putih bergoreskan warna-warna kehidupan diantara tetesan air yang menjadi dingin, ketika musim
penghujan itu mulai membasahi bumi. Kedua musim itu memiliki cerita dan
bercerita dengan bahasa yang berbeda. Kelak dikemudian hari ada sesuatu makna
yang bisa dipetik lalu disimpan di dalam kekosongan hati dari rangkaian cerita
yang telah diceritakan, dan ada sebuah arti yang dapat dijelaskan lalu
diungkapkan dari uraian kata-kata menjadi bahasa.
Ada pula waktu yang menjadi roda
kehidupan. Berbisik tentang kepastian, berbingkai hari – hari menjelang. Pagi,
matahari bersinar di ufuk timur menuju siang yang merajai hari. Siang, cahaya
di ketinggian mulai terik menuju barat di kerendahan sore. Sore, bersemayam
dalam rasa nyaman hingga menantikan senja di ketenangan. Senja, tenggelamlah
surya terbitlah gelap pekat. Dan malam, menjadi penghias kelam dalam ilustrasi
kehidupan, hingga terbitlah kembali terang bersama sang fajar.
Beginilah waktu, terus bergulir dan
berputar. Kita tak dapat kembali kepada masa lalu untuk merubahnya atau
mengulangnya. Karena roda kehidupan berjalan pada porosnya yang terkadang
terasa cepat atau terkadang terasa lambat. Beginilah hidup. Berjalan melewati
setapak demi setapak tanah hingga sampai pada persinggahan yang kita tuju, lalu
berjalan kembali walau terkadang jalanan itu tak selalu linier dan kadang kita
pun terjatuh dalam perjalanan.
Lihatlah dirimu sejenak, berceminlah! Dirimu telah
berjalan dalam perjalan panjang kehidupan. Jalan itu begitu panjang dan melelahkan,
menciptakan dahaga di kekeringan. Maka beristirahatlah dahulu biar letihmu
memudar. Duduklah sejenak di antara belantara hutan yang rindang atau pepohonan
tua yang berserakan daun hijau. Duduklah di atas akarnya lalu menikmati
hembusan angin di sore hari yang menyejukkan. Bila perlu berkunjunglah ke arah
sungai agar bisa membasuh wajahmu hingga terlihat segar kembali.
Lihatlah, dirimu telah merangkai sesuatu yang telah
terlukis di kehidupan. Seperti foto berbingkai yang telah tesimpan di dinding
halaman tengah rumahmu, yang begitu indah dipandang diawal, yang berdebu di
kemudian hari, yang kusam dan berjamur di keesokan harinya. Terkadang ingin
sekali dirimu membersihkan bingkainya dan menjaganya agar tetap bersih. namun
apalah daya, kedua tangan hanyalah tangan yang sudah berupaya menggenggam namun
tetap saja. Bingkai itu semakin berdebu dan fotonya berjamur karena tak
terurus.
Di kemudian hari, foto berbingkai itu jatuh. Kacanya retak,
pecah berkeping di halaman tengah rumahmu, berserakan dan fotonya berada di
lantai. Tak ada yang menyapu kepingan kaca itu, tetap berserakan di lantai. Bahkan
hingga dirimu terluka dan berair mata.
Sudahlah, hentikanlah. Biarlah apa yang telah terlukis
itu menjadi gambaran sisi lain hidupmu yang tak pernah kau inginkan. Dirimu
perempuan baik dan kuat. Biarlah kisah kemarin menjadi pembuka jalan untuk hari
ini menjelang. Maafkanlah mereka semua, dan dirimu berjalan kembali di hari
ini, dirimu tak pernah berjalan sendirian.
Duduklah sejenak di tempat duduk itu yang beralas
tanah, lalu bersandarlah di dinding pohon tua nan besar, dan berteduhlah!
Dirimu telah melewati perjalanan panjang yang melelahkan, yang harus menghidupi
kedua anak kecil perempuanmu yang berada di kota yang jauh disana.
Beristirahatlah sejenak dan bernafaslah dalam ketenangan. Kehidupan itu sengit,
melawan waktu yang tak henti, melelahkan. Bernafaslah, lalu lihat orang-orang
disekelilingmu… mereka tak lebih kuat darimu dan dirimu tak begitu lemah dari
mereka, maka dirimu hebat. Ya, dirimu adalah seorang perempuan hebat yang bisa
melawan kehidupan seorang diri.
Dalam doa yang dirimu panjatkan dirimu meminta ingin
dipersatukan lagi dengan kedua anak kecil perempuanmu dan ingin bersama selamanya.
Ingin sekali menjaga dalam keadaan yang bekecukupan.
Jalanan itu sangat panjang, bahkan dirimu tak bisa
menghindari perpisahan dengan kedua anak kecil perempuan dan selalu merindukan
pertemuan. Jalanan itu terlalu panajang karena kerinduanmu itu begitu
membelenggu dan selalu berkolerasi dengan sang waktu. Kerinduanmu itu berbisik
dalam hati yang dirimu beri ruang tak berbatas untuk disinggahi.
Di antara malam-malam kemarin dirimu
bercerita kepadaku dan mulai menuangkan isinya dengan bahasa sederhana. Ada air
mata yang menetas ketika bercerita karena tak kuasa menahan sebentuk rindu atau
tak bisa menahan kekesalan. Ada pula senyuman yang mencair dari suara-suara
yang terdengar dari jauh disana yang berkata “bunda, aku kengen bunda…”, dan
dari wajah yang di abadikan menjadi gambar yang selalu terbawa jika berpergian.
Lalu ada cerita biasa saja yang ingin sekali diceritakan karena ingin berbagi.
Dirimu menumbuhkan kepekaan terhadapku dan orang lain.
Lelahkah dirimu berjalan kakak
perempuan? Jangan! Dirimu harus berjalan kembali, melihat kembali warna-warna
kehidupan, menyapa mereka dengan kesederhanaan bahasa yang kau miliki,
berpegangan tangan dengan mereka karena kau ingin berempati dengan yang
lainnya, dan menyusun kembali hidupmu. Bila dirimu lelah kembali, maka
beristirahatlah kembali. Teruskanlah perjalan ini.
Sudahlah, biarkanlah hari kemarin
itu tersimpan dalam diri dan menjadi sejarah kelam hidupmu, serupa buku tebal
berdebu yang dibuka, lalu dibaca, dan disimpan kembali dalam rak dan berdebu
kembali. Di hari esok masih tersisa hari yang dimana semuanya bisa terjadi.
Terang sekalipun bisa bersinar terik
walaupun hanya satu titik, ketika gelap yang selalu menyelimuti, seperti bulan
yang menjadi teman setia ketika malam. Masih ada harimu dan kejarlah.
Pergilah ke tempat apapun yang
dirimu suka dan berarti, asalkan jangan menunduk tetapi bernyanyi. Di
persimpangan jalan sana banyak hal yang perlu diketahui dan bertemu dengan
banyak orang baru, karena langkahmu menuju dunia yang tak kau kenal sebelumnya.
Dan selalu ada jalan disana, dirimu tak akan tersesat, karena dirimu baik dan
selalu akan ada yang mendampingi di perjalananmu.
Dan berjalanlah bertiga. Dirimu yang
berperan ganda. Merangkai hidup di kemudian hari yang berawal di beranda. Semuanya
akan baik-baik saja dengan semestinya.
Kemarin adalah keraguan
Di belakangnya bersuara kegetiran
Berbisisk dalam hati bimbang
Tak percaya berjalan ke depan
Suatu hari berkata kepadaku
Menemaninya ketika malam
Mendekatkan diri sekedear bercerita
Berkatanya dengan sendu
Berairmata merindu
Mendengarku dengan pilu
Hingga aku lihat hari ini
Seekor burung merpati
Terbang diantara ketinggiannya
Berkelana…
Mengunjungi anak-anaknya
Dengan senangnya
Dan aku dapat bernafas lega
Karena tak lagi mencemaskannya
Mengulum senyum dari kisahnya
Seusai menemani di peraduannya
Senin, 20 Mei 2013
Sebentuk Penglihatan
Sebentuk
penglihatan tak jelas memandang
Samar dan
asing berbayang
Warna-warna
memudar, kegetiran
Lelaki tua
berjalan
Sebentuk
penglihatan di kehidupan
Ruang hati
terbuka dalam keterbatasan
Hidup tak
henti untuk melawan
Tak
menjadi hitam di antara kegelapan
Berlarinya
untuk seorang perempuan
Berlarinya
untuk anak kecilnya seorang
Menghimpun
energi dalam doa
Pagi
menjelma seusai malam tiba
Sebentuk
penglihatan di peraduan
Tubuhnya
letih dan kelelahan
Tetesan
keringat mengalir, kebasahan
Di antara
pencarian akan kebebasan
Kamis, 11 April 2013
Jangan Putus Asa
Ketika
semua serba salah, sebagaimana biasanya,
Ketika
jalan yang kau tempuh terasa mendaki,
Ketika
uang hanya sedikit, sedangkan utang melilit,
dan
kau ingin tersenyum, tetapi kau terpaksa mengeluh,
Ketika
urusan terasa agak membebanimu,
Istirahat
kalau perlu, tapi jangan berhenti.
Hidup
ini aneh bila tanpa lekuk dan liku
Seperti
yang kadang-kadang kita alami,
Dan
banyak kegagalan yang kita jumpai,
Ketika
semestinya kita berhasil, ada saja yang menghalangi;
Namun
jangan menyerah kendati gerak maju tampak lambat,
Siapa
tahu berhasil pada usaha berikutnya.
Keberhasilan
adalah sisi lain kegagalan,
seperti
tinta perak di balik awan keraguan,
dan
kau tak pernah tahu seberapa dekat tujuanmu,
Mungkin
sudah dekat ketika bagimu terasa jauh;
Maka
tetaplah berjuang bahkan ketika hantaman semakin keras,
Ketika
semuanya tampak sangat buruk,
kau
tetap tak boleh berhenti
Clinton Howell
Chicken Soup for the
Unsinkable Soul
“Kisah seorang remaja
perempuan yang bernama Tina berusia tujuh belas tahun dan selalu menebar senyum
cerahnya. Tina penderita cerebal palsy,
suatu kondisi yang menyebabkan otot-ototnya kaku dan sebagian besar, tidak
dapat dikendalikan. Ia juga mengalami kesulitan dalam berbicara.
Ketika diberikan tugas
menghafal sebuah puisi tiga bait yang berjudul ‘jangan putus asa,’ hanya Tina
dan beberapa temannya yang mampu menghafal puisi tersebut walaupun nilainya hanya sepuluh. Seorang teman
bertanya ‘Tina, mengapa kau melakukannya, padahal nilainya hanya sepuluh.’ Tina
menjawab, ‘karena aku ingin seperti kalian-normal,’ Salah satu temannya
berkata, ‘Tina, kami tidak normal-kami anak-anak biasa yang sering salah.’ ‘Aku
tahu,’ jawab Tina dengan senyuman lebar menghias wajahnya.
Tina memperoleh nilai
sepuluh hati itu. Ia juga mendapatkan rasa sayang dan hormat dari teman-teman
kelasnya. Baginya, itu jaug lebih berharga disbanding nilai yang hanya sepuluh
itu.”
Mengertilah Dia
Yang
dia inginkan hanyalah rindu itu
Mendekapnya,
memeluknya menjadi satu
Jiwa-jiwa
bertemu dalam rumah,
bercanda
tawa dan bertamah-ramah
Saling
merayu
Maka,
biarkanlah dia pergi untuk itu.
Mengertilah…
Dia
tak kuasa memendam rindu
Sebentuk
harapan yang tak pernah menjadi layu
Dari
doa yang dipanjatkan untuk bertemu
Dengan
air mata yang menetas di kala rindu
Maafkanlah
dia…
Atas
kepergiannya dari tempat ini,
meninggalkan
kalian
Dari
waktu-waktu kemarin atas nama kesalahan
Dan
dia pergi, berjalan dengan kehidupan.
Mengertilah
dia…
Hidup
tak lagi memendam,
kerinduan
hati yang jauh, membelenggu
Maafkanlah…
Mengertilah
dia…
Sabtu, 30 Maret 2013
Dua Anak Kecil Dan Cokelat
Ada
anak kecil laki-laki duduk
Sedang
asik memakan cokelat
Di
bibirnya berlumut cokelat
Anak
kecil lelaki itu menikmatinya
Datang
seorang anak kecil perempuan
Lalu
duduk disebelahnya
Anak
kecil lelaki itu membagi cokelatnya
Mereka
duduk berdua memakan cokelat
Mereka
menikmatinya
Sebatang
cokelat untuk berbagi
Mereka
berdua menikmati
Tersenyum
dan berseri
Bersama
menghibur diri
Rumah Tua
Dan
lihatlah halaman rumah ini
Rumput
– rumput menjadi ilalang tinggi
Dinding
tembok yang seakan hampir rapuk
Langit
– langit rumah yang berjaring laba – laba disudut
Jendela
tua yang dibuka mereot
Tiang
besi yang dipegang berkarat
Meja
tua berdebu
Kursinya
juga begitu
Lemari
tinggi diisinya buku – buku
Di
dalamnya berjamur dan berulat bulu
Tersimpan
sejarah, berelegi di masa lalu
Ada
foto – foto klsik di dinding
Gambarnya
telah menguning
Tersimpan
dalam pigura
Terjagalah
sejarah dalam kasat mata
Dahulu
mereka berkumpul
Bersama
– sama bercerita dan merangkul
Yang
terkadang menjadi bara dalam asap mengepul
Lalu
senyuman yang menghibur
Selamat
tinggal rumah tua
Kini
dikontruksi di dunia
Menjadi
bangunan baru menjelma
Sejarah
pun mungkin punah jua
Mungkin
ada hanya dalam ingatan tua
Sepenggal Cerita Panjang Yang Berakhir Di Kemudian Hari
Bila
engkau lihat hari ini mungkin akan tersenyum
Bila
saja engkau ada di hari ini mungkin akan tersenyum lagi
Melihat
apa yang engkau telah inginkan telah berujung
Berujung
di akhir penyeleseian di antara mereka yang tersisa
Semuanya
perlahan usai
Berada
di antara masa
Yang
telah lama engkau dan mereka nanti
Yang
akhirnya selesai juga
Ada
yang harus pergi terlebih dahulu
Menghentikan
waktu meninggalkan pilu
Hasrat
terpendam dari yang tersisa merayu
Rentang
waktu yang panjang dan harus menunggu
Jangan
sampai turun ke generasi kedua!
Itu
seruan mereka yang tersisa
Biar
tak menjadi berkepanjangan dari cerita
Yang
seharusnya berakhir di masa tua
Atas
nama egoisme dan keras kepala
Bagai
batu yang tersimpan diberanda
Lahan
tanah dan aset rumah tua
Yang
menjadi perdebatan panjang di antara mereka
Dan
akhirnya selesai juga
Berakhirlah
sudah sepenggal cerita
Kamis, 07 Februari 2013
Deskripsi
Pagi
hari hingga menuju malam
Banyak
sekali orang di jalanan
Yang
tak lelah demi kehidupan
Selalu
berdampingan dengan kenegatifan
Di
kota besar, kota tua
Lahan
kosong menjadi beton
Banyak
sekali, tinggi sekali…
Hingga
ke pesisir kota
Dari
pohon-pohon yang ditebang
Ruang
terbuka hijau
Sudah
punah dan tak berbekas
Kotaku
banjir, kotaku tergenang air
Aku
menjadi basah
Dahulu
udara dingin
Sekarang
menjadi panas
Bising
dimana-mana
Habislah
sudah kotaku
Hentikan
semua untuk kota
Lihat…
Ada
anak-anak bermain bola di jalanan
Kenapa
tak dilapangan?
Kemana
lapangannya?
Bertanyaku
pada mereka
Orang-orang
yang memiliki kepentingan
Yang
berharap bayak keuntungan
Langganan:
Postingan (Atom)